INDONESIA

Model pembelajaran make a match adalah kegiatan pembelajaran kooperatif yang menemukan masing-masing kartu jawaban yang cocok dengan kartu pertanyaan dengan suasana yang menyenangkan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah peserta didik kesulitan dalam memahami materi pembelajaran, kurangnya minat peserta didik dalam belajar, serta suasana belajar yang membosankan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar peserta didik pada tes tertulis, kurang interaksi ketika berdiskusi, dan kurang antusias ketika mengikuti pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaikinya ialah guru menggunakan model make a match pada pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas 4 di SD Negeri 13 Pangkalpinang.

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif dengan metode field research yang sumber datanya didapatkan langsung dari pengamatan di lapangan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan model analisis data Miles and Huberman yang meliputi kegiatan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui ketika menggunakan model make a match pada pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di kelas 4 SD Negeri 13 Pangkalpinang, ada lima langkah-langkah pembelajarannya. Pertama, membentuk kelompok dengan materi yang berbeda. Kedua, guru menyiapkan kartu soal dan jawaban, peserta didik diskusi dengan kelompoknya. Ketiga, guru melakukan pengundian permainan. Tahapan keempat, pelaksanaan permainan. Tahapan kelima, menghitung hasil dari permainan dan mengevaluasi pembelajaran. Ada tiga hambatan ketika menggunakan model make a match, yaitu berpotensi menciptakan suasana belajar yang tidak kondusif, tidak mudah menyiapkan kartu soal dan jawaban, dan keterbatasan waktu. Ketika menggunakan model make a match, pemahaman peserta didik terhadap materi iman kepada rasul-rasul Allah memperoleh nilai rata-rata 73,73. Sebanyak 75% peserta didik yang tuntas KKM (nilai 70), sedangkan 25% lagi belum tuntas KKM ketika tes tertulis. Tingkat pemahaman peserta didik mengalami peningkatan 30% dari pada pembelajaran menggunakan model konvensional yang memperoleh nilai rata-rata 55,86. Ketika menggunakan model konvensional, ada 45% peserta didik yang tuntas KKM dan 55% lagi belum tuntas KKM ketika tes tertulis.