INDONESIA:
Tingkeban merupakan tradisi yang diselenggarakan pada saat kandungan seorang ibu menginjak usia tujuh bulan dan pada kehamilan anak pertama. Tradisi tingkeban biasanya di dampingi oleh tetua adat atau yang biasa disebut dukun beranak. Tingkeban dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. atas kehadiran anak pertama dalam pernikahan. Tradisi tingkeban tersebut hanya dilakukan oleh Masyarakat suku Jawa dan Sunda saja karena merupakan tradisi secara turun temurun dilakukan. Sehingga fenomena ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian untuk mencari bagaimana tinjauan Al-Urf terhadap tradisi tingkeban yang terjadi didalam Masyarakat Jawa.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan lapangan (Field Research). Dengan sumber dari penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara dengan para narasumber yang telah melakukan tingkeban serta tetua adat yang biasa mendampingi prosesi ritual tingkeban tersebut untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan ritual tingkeban dan apa saja perlengkapan atau sesaji dalam ritual tingkeban. Serta dilengkapi dengan data sukunder sebagai pendukung.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pelaksanaan tingkeban dilakukan untuk mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan sampai masa kelahiran. Tinkeban merupakan bentuk selamatan dan dalam acaranya terdapat beberapa sesaji yang harus serba tujuh macam seperti, bunga tujuh macam, jajanan pasar tujuh macam, kain dan kebaya tujuh macam, rujak buah tujuh macam, dan dilaksanakan pada saat pukul 19.00 WIB. Sehingga dalam penelitian ini tradisi tingkeban di golongkan jika dilihat dari segi obyeknya maka Al-Urf Amali (adat istiadat/kebiasaan yang menyangkut perbuatan), Al-Urf al- Lafzhi (adat istiadat yang menyangkut perkataan) Jika dilihat dari segi cakupannya maka Al-Urf Al-Khash (tradisi yang khusus), Al-Urf al-am ( tradisi yang umum ) Dari segi keabsahannya maka Al-Urf Shahih ( tradisi yang baik )Kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadist), tidak menghilangkan kemaslahatan dan tidak pula membawa kemudharatan.