Beberapa tahun terakhir ini, kualitas pendidikan di Indonesia selalu diperbincangkan, baik di kalangan praktisi pendidikan, politisi, masyarakat maupun pihak pengambil kebijakan. Kualitas pendidikan nasional dinilai banyak kalangan belum memiliki kualitas yang memadai. Bahkan secara faktual, ada kesenjangan diferensial antara pelaksanaan pendidikan dengan aturan normatif yang termaktub dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kondisi tersebut memperjelas bahwa arah dan pelaksanaan pendidikan bangsa ini cenderung ambivalen.

Beberapa indikator yang dijadikan sebagai dasar penilaian rendahnya kualitas pendidikan tanah air dapat diperhatikan, diantaranya melalui lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki, rendahnya anggaran pendidikan, rendahnya kompetensi tenaga pendidik, dan arah dan kebijakan pendidikan itu sendiri, dan berbagai permasalahan yang langsung berhubungan dengan tenaga pendidik.

Salah satu komponen penting yang harus diperhatikan secara serius adalah kualitas guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang strategis. Guru menjadi ”garda terdepan” dalam proses pelaksanaan pendidikan. Di samping itu, guru adalah sosok yang langsung berhadapan dengan peserta didik dalam mentransformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus mendidik putra bangsa dengan nilai-nilai konstruktif. Oleh karena itu guru mengemban misi dan tugas yang sangat berat, sehingga profesi guru dipandang sebagai tugas mulia dan sering disebut sebagai ”pahlawan tanpa tanda jasa”.